Tinjauan pustaka atau literature review merupakan salah satu model tugas yang popular di kalangan mahasiswa tingkat magister dan doktor di Indonesia belakangan ini. Biasanya, ketika mahasiswa memasuki fase menjelang penelitian tesis atau disertasi, dosen yang bersangkutan meminta mereka untuk membuat kajian kepustakaan.
Persoalannya, tidak jarang mahasiswa bingung dengan apa maksud dan tujuan tugas tersebut. Boleh jadi kebingungan ini, salah satunya, disebabkan oleh minimnya buku-buku mengenai panduan studi jenjang magister dan doktor yang komprehensif serta tersaji dalam bahasa Indonesia.
Sebelum mendiskusikan maksud dan tujuan literature review, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu tentang apa hakikat dari literatur akademik itu sendiri.
Para sarjana dan peneliti, disadari atau tidak, membentuk komunitas di antara mereka. Ada komunitas yang terdiri dari para ahli untuk setiap bidang ilmu. Demikian Dave Harris menulis di dalam bukunya, Literature Review and Research Design.
Para ahli tersebut membicarakan penelitian dan temuan mereka, antara satu dengan yang lain, di dalam komunitasnya. Di sini, mereka dapat saling sepakat atau berdebat.
Percakapan antara para ahli tidak dilakukan secara lisan. Mereka cenderung memilih tulisan dalam bermacam model, seperti buku, artikel jurnal, atau situs internet yang didedikasikan sebagai forum komunikasi di antara para ahli. Untuk model yang terakhir, situs New Mandala adalah contoh di mana para ahli dalam bidang studi Asia Tenggara mengkomunikasikan penelitian dan temuan mereka. Inilah hakikat dari literatur akademik.
Singkatnya, Harris mendefisikan literatur sebagai rekaman tertulis tentang percakapan yang pernah dan masih terjadi di tengah komunitas akademik. Ia menyarankan, jika kita ingin melibatkan diri di dalam percakapan para sarjana di bidang keilmuan tertentu, maka sebaiknya kita memahami, berbicara, dan berkelakukan sesuai dengan standar mereka.
Dari mana kita dapat mengetahui standar-standar tersebut? Ya, betul. Dari literature review. Tabik.